Ganti Judul dan ALt sendiri

Perjalanan Toilet Training Penuh Kejutan

 Hy Bybok!

Perjalanan toilet training

Lama sekali tidak membuat postingan kehidupan ibu beranak dua. MasyaAllah lika likunya begitu penuh suka duka ya. Aku kira dulu setelah anak bisa berjalan akan berkurang hal yang memicu adrenalin. Ternyata tantangan sesungguhnya malah terbentang kemudian. Salah satu momen yang penuh kejutan adalah perjalanan Toilet Training. Bagaimana nih cerita memulai toilet training kalian?

Apa Itu Toilet Training?

Namanya saja Toilet yang berarti ada hubungannya dengan kegiatan menggunakan kamar mandi. Toilet training adalah salah satu kegiatan mengasah kemandirian anak dalam hal kebersihan diri. Toilet training di awali dengan berlatih tidak memakai diapers atau popok sekali pakai. Yang itu artinya anak akan berlatih merasakan kebutuhan diri untuk buang air kecil dan buang air besar di kamar mandi. Dimana selama ini sangat nyaman tinggal pipis atau pup dalam diapers.

Selain itu, anak juga berlatih membersihkan diri sendiri setelah kegiatan pipis atau pup. Selama ini nggak perlu membasuh diri setiap kali selesai pipis ya. Cukup saat waktunya ganti diapers. Kalau pup sih harus dibasuh. Disinilah anak harus belajar membiasakan diri membersihkan diri sendiri setelah pipis dan pup.

Belajar toilet training

Usia Ideal Untuk Toilet Training

Aku termasuk tipe yang meyakini bahwa anak punya waktunya masing-masing. Jadi selama mengajarkan anak Toilet Training, aku selalu memperhatikan dulu kesiapan anaknya. Terutama kesiapan mentalnya. Aku menggunakan patokan usia untuk menentukan kapan aku mulai mencoba toilet training yaitu sekitar usia 2 tahun menuju 3 tahun. Menurutku waktu inilah yang tepat untuk mulai mencoba.

Si kakak memulai toilet trainingnya di usia 2,5 tahun. Begitupun dengan adiknya. Pada usia ini aku sudah menyapih terlebih dahulu keduanya tepat di usia 2 tahun. Selang satu bulan kemudian baru aku mulai toilet training. Aku nggak mau nih mereka kebingungan dengan kondisi yang berubah secara beruntun. Jadi aku memberi jeda satu bulan untuk mempersiapkan mental mereka.

Toilet training


Tips Memulai Toilet Training

Yang pertama dan paling utama adalah mental anak dan orang tua. Karena pasti akan banyak gejolak tidak menyenangkan. Keluar dari zona nyaman bersama memang tidak mudah dan tidak menyenangkan. Apabila salah satu saja terlihat belum siap mending mundur dahulu. Mencari waktu yang tepat untuk keduanya adalah kunci.

Yang kedua adalah tidak menyediakan diapers. Lebih baik sama sekali tidak mempunyai stok diapers daripada tergoda untuk memakainya. Mulai membeli celana dalam menjadi pilihan yang benar. Karena memang secara tekstur jauh berbeda ya diapers dan celana dalam. Malah terkadang ada anak yang kulitnya sangat sensitif sehingga memilih celana dalampun harus super hati-hati. 

Perjalanan Toilet Training Yang Penuh Kejutan

Si kakak toilet training di usia 2,5 tahun, kala itu tahun 2019. Dengan persiapan yang sangat matang. Mulai dari sounding satu bulan sebelum sampai tidak stop diapers sama sekali. Nah saat sounding ke kakak nih, aku juga perlu sounding diriku sendiri. Karena nggak hanya kakak yang nanti akan mengalami kesulitan tapi akupun juga akan menghadapi kesulitan. Aku sudah bisa membayangkan akan mencuci celana dalam bekas mengompol si kakak. Wah sungguh itu hal biasa yang tampak tidak biasa karena hampir nggak pernah aku lakukan. Aku membuang pikiran negatif dan berusaha bilang aku pasti mampu. Begitupun kakak, aku sounding untuk mulai buang air di kamar mandi. Seperti ibu. Dengan cara melakukan dan membersihkan dirinya. Karena aku sering mandi berdua dengan si kakak. Jadi sedikit banyak dia sudah paham. Dan beruntungnya kala itu si ayah sedang ada dirumah. Aku jadi punya partner untuk sounding bersama.

Saat pelaksanaan toilet training kakak pertama kalinya, masyaAllah bisa dikatakan tidak seburuk yang aku bayangkan. Bahkan aku masih bisa tersenyum dan menasehati dengan sabar ketika kakak mengompol berulang. Belum lagi ketika mau buang air besar atau pup, dia malan menahan diri. Hari pertama dilalui dengan banyak mengonpol di belakang pintu dan tidak pup. Si kakak sama sekali nggak rewel, justru malah aku yang kelabakan mencuci celana dalam. Sempat merasa capek juga dicucian entah keberapa. Kesabaran beneran diuji ya. Tapi ajaibnya di hari kedua intensitas kakak mengompol tidak seperti kemarin. Malah sudah bisa mengutarakan mau ke kamar mandi untuk pipis. Mungkin karena hari sebelumnya aku pun mengulang disetiap dia mengompol. Dan kejutannya, dia bisa buang air besar di WC. Wah beneran kejutan yang membahagiakan. Toilet training kakak bisa dikatakan mulus. Aku dan anaknya sudah siap mental. Dan nggak emosi waktu anak mengompol atau pup di celana. 

Oya sebelum memulai toilet training si kakak, aku mengajaknya membeli celana dalam yang lucu dengan gambar yang dia mau. MasyaAllah bisa sedikit menambah semangat dia untuk bisa lepas diapers.

Nah bagaimana nih dengan si adik? Apakah berjalan mulus seperti kakak?

Seperti yang sudah aku bahas tadi, berbeda anak maka akan berbeda waktu. Setiap anak punya kejutan dan cara masing-masing. Si adik memulai toilet training di usia yang hampir sama persis dengan kakak. Perbedaannya kali ini sebenarnya aku ragu untuk memulai alias belum siap mental. Lebih ke malas sih mencuci celana dalam adik. Tapi aku tetap mau mencoba karena kalau nggak dicoba mana tahu. Karena sempat ragu itulah, persiapannya jadi kurang. Terutama di sounding. Waktu sounding terbaik adalah sebelum tidur, sedang sekarang waktu sebelum tidur lebih banyak digunakan untuk pertengkaran antar saudara dengan kakaknya. Dan lagi kali ini aku harus berusaha sendiri karena ayah lagi dinas. Banyak faktor yang membuat toilet training adik terkesan bonek sih. Dan betul saja, adik membutuhkan waktu hampir 2 minggu untuk bisa pipis di kamar mandi. Dan belum berhasil pup di WC sampai saat ini. Adik itu tipe anak yang nggak risih kalau celananya basah. Jadi ya nggak masalah mengompol. Beda dengan kakaknya yang basah sedikit merasa risih. Butuh effort lebih untuk mengajarkan adik. Dan aku lebih banyak marah kali ini karena nggak mendapat bantuan dari ayah. Wah penuh kejutan sekali kan. Kesabaran setipis tisu istilahnya.

Dari kedua anak bisa ditarik kesimpulan nih ya, kalau memang berniat toilet training harus siap mental anak dan orang tua. Harus sabar, telaten, dan konsisten. Jangan sampai tergoda memakai diapers lagi ketika melihat anak pup di celana. Atau merasa capek harus mencuci celana dalam berulang. Memang sangat menguras energi ya. Begitupun anak mudah merasa frustasi karena kenyamanannya direnggut. Sudah frustasi eh masih harus belajar hal baru. Momen toilet training bisa jadi pembelajaran nih. Orang tua bisa lebih mengenal anak. Orang tua pun tahu bahwa membersamai anak membutuhkan kesabaran ekstra jika ingin berhasil.

Semangat toilet training ya bagi yang sedang berjuang diluar sana. Bagaimana cerita perjalanan toilet training anak bybok?


‹ Lebih lamaTerbaru ✓

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung :)